Si Yujang Buayoi Kelayun
Cerpen Siti Soleha
“Wajah senja, hati embun, dingin dan santun. Kau harus kawin”
Siapa yang tak kenal Yujang? Lelaki kepala empat yang diliputi rasa kasmaran, begitu kata anak jaman sekarang, sebatang kara dan banyak harta. Tanah dimana-mana, rumah rupa istana yang terbuat dari kayu ulin, kayu termahal dan melimpah di kalimantan dulunya, simpanan masih bisa dinikmati sampai tujuh turunan pula. Kalau pergi kemana-mana selalu memakai kopiyah kesayangan peninggalan almarhum Ayahnya. Jika tak dibawa, rasa-rasa seperti ada yang kurang di kepala. Sungguh tampilan seperti itu katro, kata orang-orang kampung. Pantas dia tak dapat pendamping, tampilannya tak bisa menarik hati wanita. Letak rumahnya di hilir prsimpangan sungai kayan dan di seberang sungai ada kubil yang di beri nama muara kubil yaitu lumpur yang timbul dipinggir sungai.
Cerpen Siti Soleha
“Wajah senja, hati embun, dingin dan santun. Kau harus kawin”
Siapa yang tak kenal Yujang? Lelaki kepala empat yang diliputi rasa kasmaran, begitu kata anak jaman sekarang, sebatang kara dan banyak harta. Tanah dimana-mana, rumah rupa istana yang terbuat dari kayu ulin, kayu termahal dan melimpah di kalimantan dulunya, simpanan masih bisa dinikmati sampai tujuh turunan pula. Kalau pergi kemana-mana selalu memakai kopiyah kesayangan peninggalan almarhum Ayahnya. Jika tak dibawa, rasa-rasa seperti ada yang kurang di kepala. Sungguh tampilan seperti itu katro, kata orang-orang kampung. Pantas dia tak dapat pendamping, tampilannya tak bisa menarik hati wanita. Letak rumahnya di hilir prsimpangan sungai kayan dan di seberang sungai ada kubil yang di beri nama muara kubil yaitu lumpur yang timbul dipinggir sungai.
Yujang
lelaki sukses dan paling kaya di Kubil Seberang, dia bukan keturunan tidung
murni, melainkan campuran arab, cina dan tidung. Tak banyak yang tau tentang
keluarganya, karena mereka tinggal berjauhan. Dia hanya ingin menetap di
kampung supaya bisa menikmati suasana yang asri begitu katanya. Prilakunya yang
baik dan tidak pelit sering membuatnya di juluki “Tulalit” yang artinya si tua
tidak pula pelit. Yujang tak mengapa dengan julukan itu, justru itu membuatnya
terkenal di kampung.
Orang
kampung biasa memanggil dengan sebutan Yujang, karena dia nyaman dengan sebutan
itu, Yujang yang berarti paman dalam bahasa tidung, di banding sebutan Pak,
kelihatan tua katanya. Sebenarnya usianya memang sudah tua dan sepantasnya
sudah harus punya anak, tapi istri saja belum punya. Kalau saja dia tak menolak
menikahi perempuan pilihan keluarganya yang dari malaysia, mungkin saja dia
sudah punya anak dua sekarang.
Kekasihnya, Lena, keturunan Dayak-Cina yang dulunya
pembantu di rumahnya, setelah jadi kekasih, Lena tak bekerja sebagai pembantu
lagi karena Yujang tak ingin status pembantu menempel pada Lena, dan Lena pun
gengsi jadi pembantu kekasih sendiri. Saat ini Yujang tak ingin berlama-lama
punya hubungan yang hanya sebatas pacaran, dai ingin melanjutkan ke jenjang
pernikahan, mengingat usianya yang tak muda lagi, umurnya pun tak berbeda jauh
dengan kekasihnya, ya sekitar empat tahunan. Bukan soal pilih-pilih sampai
sekarang belum dapat pendamping, tapi Yujang hanya takut dengan perempuan,
mengingat orang tuanya yang pernah bercerai.
“Dek Lena, kita sudah lama pacaran dan orang-orang
kampung sudah tau tentang hubungan kita. Aku tak ingin kita hanya sebatas
pacaran, karena usia kita sudah tak pantas menjalin hubungan seperti ini”.
Yujang hendak mengutarakan keinginannya menikahi Lena.
“Lalu, hubungan apa yang kau mau?”. Jawab Lena yang
sengaja memancing Yujang untuk mengatakan apa yang ingin dia dengar. Pertanyaan
ini juga yang di tunggu-tunggu Yujang dari kekasihnya, seakan Lena memberi
ruang dan kesempatan untuk mengatakan hajatnya. Yujang diam sejenak hendak
mengatur nafas, rasanya seperti pertama kali menyatakan cinta, dag dig dug
jantungnya, gemetaran dan keringat
dingin seluruh tubuhnya.
“Mau kah kau menikah denganku?”. Sambil di pegangnnya
tangan Lena yang tersipu malu, wajahnya memerah dan tak kuasa memandang wajah
kekasihnya yang agak tua dan dicintainya itu.
“Jangan senyum-senyum saja dek, apa jawabanmu?”. Tegas
Yujang.
“Aku mau menikah denganmu”. Ahirnya Yujang yang
tadinya khawatir dengan jawaban Lena, menjadi jadi lega.
Maka setelah hari itu, Yujang mulai sibuk
mempersiapkan pertemuan antara keluarganya dan keluarga Lena untuk menentukan
tanggal pernikahan mereka. Keluarga yang tinggal berjauhan membuat Yujang
kesulitan mengatur pertemuan itu, akhirnya dari pihaknya hanya perwakilan saja,
yaitu dari adik Bapaknya yang di sebut Uda’ kemudian istri. Yujang tak
jemu-jemu menunggu kabar dari Lena, tentang tanggapan keluarganya akan rencana
mereka. Berhari-hari smpai tiga minggu terakhir Yujang belum juga mendapat kabar
dari kekasih hatinya itu.
Hingga akhirnya Yujang nekat meski hal itu membuatnya
merasa harga dirinya akan turun lantaran belum ada janji yang pasti dengan
keluarga wanita, dia mendatangi rumah dimana tempat keluarga Lena tinggal.
Betapa kagetnya Yujang melihat rumah itu tak ada siapa-siapa. Rumah itu kosong
sepertinya mereka sedang pergi, mungkin masih sibuk mendatangi keluarganya yang
lain, untuk memberi tahu bahwa Lena akan menikah pikir Yujang dengan wajah lugu
dan layu.
Dengan sabar Yujang menunggu sang kekasih hati yang
sebentar lagi akan menjadi istri baginya. Penantiannya yang penuh tanda tanya,
istri yang didamba dalam hidup, kini sudah berada di depan mata. Hanya tinggal
di pinang walau bayangan masih samar-samar dan berkunang-kunang dikala senja datang.
Malam-malam yang berlalu kini mulai berubah menjadi kesedehian sedikit demi
sedikit, karena rindu. Dalam tidurnya Yujang sering menyebut-nyebut nama
kekasihnya itu.
“Lena, Lena, Lena”. Begitu saja setiap malam.
Hingga pada hari itu Uda’nya yang sudah tidak sabar
lagi menunggu di rumah karena ingin menemui keluarga Lena, bertanya kepadanya.
“Betul-betul kah perempuan itu mau kawin sama kamu?
Kenapa lama sekali kasih kabar? Kami mau pulang ke seberang, anak kami
sendirian dirumah”.
“Betul Uda’ kami sudaah bicara masalah mau menikah.
Kan ada proses lamaran dan lain sebagainya. Itu yang harus dia bicarakan sama
semua keluarganya, mungkin gara-gara itu dia jadi sibuk, karena keluarganya
banyak yang harus di beritahu, makanya lama”. Begitulah pikir si Yujang yang
hanya memikirkan hal-hal yang baik-baik tentang Lena. Tapi sesungguhnya ada
rahasia besar yang disimpan Lena dari Yujang.
“Kalau begitu besok langsung datang saja kerumahnya,
supaya jelas”. Tambah Uda’
“Besok biar kita suruh orang saja memeriksa kesana”.
Jawab Yujang singkat. Tampaknya Yujang sudah mau putus asa. Dalam hati Yujang
berkata-kata.
“Kalau seandainya besok rumah itu masih kosong, aku
harus keluar kampung mencari Lena. Mau bagaimana lagi, dialah harapanku
satu-satunya dan aku benar-benar berharap dia yang terakhir dalam hidupku,
betapa aku mencintaimu Lena. Dimana kau sekarang, kau seperti menghilang, kau
tak menghindariku kan? Aku tak ingin putus asa, keluargaku sudah gembira sekali
mendengar kabar tentang pernikahan kita. Jangan kau hapus kegembiraan mereka
Lena. Aku pun akan malu kalau kita batal menikah nantinya, dan usiaku ini
memang sudah benar-benar senja. Hari-hari kulalui sendiri, aku ingin kau
mengisi kekosonganku bersama anak-anak kita nanti. Aku tak ingin orang-orang
berkata si Yujang buayoi kelayun alias bujang lapuk”.
Tanpa sadar si Yujang memberi panggilan sendiri pada
dirinya, semalaman suntuk dia tak tidur,
malam-malamnya dihabiskan hanya untuk memikirkan kekasih hatinya yang entah
dimana berada.
Besoknya Yujang meminta salah satu anak buahnya pergi
lagi kerumah Lena untuk memastikan apakah dia sudah pulang bersama keluarganya.
“Acay kau harus pergi ke hulu, ke rumahnya Lena.
Pastikan apakah dia sudah ada dirumahnya atau belum. Yaa?”. Gelagat Yujang
menyuruhnya.
“Iya Jang”. Jawab Acay.
Sesampainya
di depan rumah Lena Acay langsung mengetuk pintu, namun tak ada orang. Rumah
itu masih kosong. Salah satu tetangganya menegur Acay. Berincang-bincanglah dia
dengan tetangga Lena tadi, segera Acay pulang dan menceritakan semuanya tentang
Lena kepada Yujang.
Lena dan keluarga sudah pindah keluar kampung. Sebelum
sempat Lena memberi tahu keluarganya tentang rencana kawin dengan Yujang,
rupanya orang tua Lena sudah berencana sendiri untuk menikahkan anaknya pada
keponakan mereka sendiri yang sama-sama orang cina. Lena terpaksa harus
menuruti kedua orang tuanya, dan bersedia menikah dengan pilihan Ayah dan
Ibunya. Yujang pun mrasa terpukul dengan kabar itu lantaran batal kawin dan
belum melepas statusnya dari Buayoi Kelayun, dan Lena yang benar-benar
mencintai Yujang akan mengubur cintanya dalam-dalam.
Tanjung Selor, Februari 2017
Catatan:
Cerpenis yang tinggal di Ibu Kota Provinsi Kaltara, Tanjung Selor ini cukup produktif. Tulisannya banyak dimuat di media Radar Tarakan, Koran Kaltara. Cerpen Si Yujang Buayoi Kelayun ini telah dipublikasikan di Koran Kaltara pada edisi Sabtu, 04 Februari 2017.
Tanjung Selor, Februari 2017
Catatan:
Cerpenis yang tinggal di Ibu Kota Provinsi Kaltara, Tanjung Selor ini cukup produktif. Tulisannya banyak dimuat di media Radar Tarakan, Koran Kaltara. Cerpen Si Yujang Buayoi Kelayun ini telah dipublikasikan di Koran Kaltara pada edisi Sabtu, 04 Februari 2017.
"Cinta itu adalah perasaan yang mesti ada pada
tiap-tiap diri manusia, ia laksana setetes embun yang turun dari langit, bersih
dan suci. Cuma tanahnyalah yang berlain-lainan menerimanya. Jika ia jatuh ke
tanah yang tandus, tumbuhlah oleh kerana embun itu kedurjanaan, kedustaan,
penipu, langkah serong dan lain-lain perkara yang tercela. Tetapi jika ia jatuh
kepada tanah yang subur, di sana akan tumbuh kesuciaan hati, keikhlasan, setia
budi pekerti yang tinggi dan lain-lain perangai yang terpuji"
-Buya Hamka-
0 Komentar "Si Yujang Buayoi Kelayun, Cerpen Siti Soleha "