Thursday, December 20, 2012

Naskah Derama : Hujan Belum Reda

Gedung pertunjukan baru saja usai, mulai sepi, masih terdengar lantunan musik dan lagu.

Pur : (sambil mengenakan mantel) aku pulang dulu, kalian masih ingin tetap disini?

Orang 1 : yah, kami masih harus berlatih untuk pementasan besok, ada yang tidak enak tadi dari permainan kami, anda juga harus tutupi kekurangan tadi ……..

Pur : Ya, ya, ya ……. Aku tahu itu, namun aku harus istirahat, kondisiku sudah tidak seperti kalian lagi.

Orang 2 : Baiklah om, anda harus istirahat, petikan gitarnya masih kacau tadi …..

Orang 3 : itu karena ketukanmu saja yang membingungkan aku…..

Pur : Sudah, jangan saling menyalahkan, ini kerja kolektif anak muda…… aku pulang dulu.

Orang 1 : ya, hati-hati om, jalan masuk rumah om becek.

Pur exit, musik kembali mengalun

Malam sunyi, derai hujan diluar. dalam sebuah ruang tamu, lampu perlahan fade in, seorang wanita tergeletak tidur bersandar pada sebuah meja, nusik mengalun senyap. Tak lama kemudian terdengar gedoran dari luar.

Pur : Mar ! Mar!

Marni terbangun, sayu, beranjak dari kursi

Mar : Pintu tak di kunci …… (tertidur kembali)

Pur masuk, memakai stelan jas sambil membawa mantel hujan yang sudah basah.

Pur : Ah, tak bisakah kamu merubah kebiasaan burukmu itu, aku butuh penyegaran dirumah ini, bukan malah membuat aku makin tidak betah dirumah…….
(Menarik selimut, kemudian melemparkannya) jangan disini, ah… kenapa sih kamu tidak pernah bisa mengerti dengan keinginan suamimu ini? Aku tidak menikahi wanita kutub!

Mar terbangun sayu, memungut selimut lalu akan masuk kedalam kamar

Mar : mukamu masih berlepotan make up…..

Pur : Aku sudah bersihkan tadi ………

Mar : hah …… si fitri yang membersihkan? Wanita kegatelan, kamu juga mas sama gatelnya, toh mas juga bisa membersihkan sendiri, kenapa harus minta fitri? pengen di elus-elus?

Pur : Kamu ngomong apa? Asal nuduh

Mar : Tapi benarkan?

Pur : Salah, kamu terlalu cemburu. kenapa kamu tadi tidak mau aku ajak menonton, jadi kamu tahu sendiri keadaan disana.

Mar masuk kedalam kamar

Pur : sudah tidur saja, jangan ngomong kalo nyawamu belum genap menempel, bikin suami jengkel, peluk saja guling, terus ngorok.

Mar : aku tak pernah ngorok, mas sendiri yang sering ngorok kalau tidur.

Pur : eh.. aku tidak butuh evaluasi tidurku darimu !

Mar : makanya jangan asal menuduh

Pur : kamu yang menuduhku duluan.

Mar : jangan bikin selera tidurku hilang

Pur : Apa? ….. hahahaha….. pandai ngomong kamu sekarang? Jangan bikin …… hahaha…. Dapat darimana kosakata itu? Dari nonton sinetron? Hahahaha ….. tidak apa, aku senang, kamu mulai pandai, setidaknya sudah mulai pandai bersilat lidah dan bikin jengkel orang dengan cerdas……. Bisa kamu kembangkan …. Terkadang sinetron baik juga untuk pengembangan referensi materi bicaramu.
Kamu tahu sayang, sebenarnya kamu bisa membuat suamimu ini bangga,tinggal memang kamu kurang dapat mengoptimalkan potensi dirimu dengan optimal. Kecantikan fitri kalah jauh dengan kecantikanmu, karena aku yakin dengan saraf sensorikku masih peka terhadap barang bagus sepertimu dulu, dan telah kuluruskan niatku untuk menjadikanmu seorang istri, bahkan aku sempat berangan-angan saja dulu, aku sungguh tergila-gila padamu. Tapi memang dibanding dengan fitri, fitri lebih bahenol, lebih luwes bikin adrenalin kaum laki-laki terpacu, padahal juga kalau dilihat dari body kamu tetap unggul. Itu karena …….

Mar : (melempar bantal dari dalam kamar) jangan lagi dekat denganku ……

Pur : Lo, hahahaha……. Aku lebih suka dengan kamarahan kemarahanmu. Lebih bisa memancing inspirasiku sebagai suami sekaligus laki-laki yang menguasai garis pikir estetika. Dibalik kemarahan-kemarahanmu aku menemukan kenikmatan yang tidak aku temukan daya majisnya dari setiap wanita. Kamu tampilkan daya eksotikmu, aku lihat itu dimatamu, kerut wajahmu yang selama ini hanya datar-datar saja, tanpa ekspresi. Itu baru istri seorang actor.

Mar : kamu pikir aku actor aduanmu? Kamu selama ini memang tidak pernah menempatkanku sebagai istriku, barang kali kamu tempatkan aku sejajar dengan objek-objek imajiner berada di alam bawah sadarmu…….

Pur : sudah, marni istriku, sudah malam. Aku begitu capek. Kau juga harus menyimpan staminaku untuk pementasan besok. Besok akan menjadi malam yang lebih luar biasa dari malam ini, banyak orang yang telah memesan tiketnya untuk besok. Mudah mudahan tidak hujan seperti malam ini, aku tidak ingin proses panjang produksi ini akan gagal karena hujan. Ya, malam minggu akan menghadirkan banyak penonton. Tapi aku sudah berpesan kepada pimpinan produksi, agar membatasi penonton, 300 orang saja, itu sudah bagus, kebih dari itu aku malah tidak suka, karena hanya orang-orang pilihan saja yang bisa menikmati permainan itu.

Musik mengalun

Pur : (bernyanyi)
Aku simpan dendamku, pada ujung belati
Dan sekuntum bunga untuk perjumpaan kita
Aku baron sang penguasa malam …….

Di siangku, matahari meniduriku
Di malamku, embun santapanku
Mencarimu pada setiap sudut kota
Jendela, rumah kumuh, gang, sepanjang pertokoan

Aku simpan asli jasadku
Pada kantung kumuh, gang sesak berpetak
Dan kupindah istanaku pada sepanjang jalan kota


Pur : semangkuk sayur telah aku telan bersamaan dengan masuknya alkohol yang secara kusus ku persiapkan untuk perjamuan malam ini. Kau pikirkan sekarang adios, berapa banyak kadar racun dalam tubuhku yang juga ikut andil dalam mempengaruhi kebijakan-kebijakan yang dihasilkan oleh otakku. Tapi tetap mereka membenarkan setiap keputusanku, kamu tahu kenapa? Karena aku orang pilihan. Sekarang buka kupingmu lebar-lebar untuk ………

Mar : Mas, sudah malam,hentikan ocehanmu itu!

Pur : Ah …… cerewet, kau sedang menikmati dialog itu, aku begitu suka dengan bagian ini, tapi sial, tadi broto membuyarkan ingatanku dengan improvisasi-improvisasi konyolnya, bagian ini sama sekali tidak terucapkan tadi. Besok tidak akan aku lewatkan.

Mar : Sudah malam ….

Pur : Sudah hampir pagi.

Mar : Ya, mas juga tahu itu…. Sudah hampir pagi, tidak pantas berteriak-teriak

Pur : yayaya ….. dan sekarang kamu harus tidur!

Mar : makanya jangan teriak-teriak ….

Pur : Ya, aku akan diam! Sial, wanita itu sama sekali tidak menghargai apresiasiku, selama dua puluh tahun dia jadi istriku bisa dihitung berapa kali dia mendampingiku dalam kegiatan kesenian. Terkadang aku iri dengan si pram, sebagai sutradara yang terkenal kemanapun selalu didampingi oleh istrinya, bikin gemes, bibirnya itu lo. Bukan soal istrinya tidak percaya dengan pram, tapi memang istrinya sangat mendukung kiprahnya sebagai seniman, meskipun 15 tahun menikah mereka belum punya anak.

Malam makin larut, pur bangun, berjalan-jalan gelisah dalam ruangan, matanya tertuju pada kamar sarwanti anaknya, masuk kedalam kamar, muka berubah. Kemudian berlari kearah kamar.

Pur : Mar, mar …… keluar ! (menggedor-gedor pintu) mar, keluar aku bilang !

Mar : tidur saja diluar ! aku capek

Pur : Keluar kataku !

Mar : (membuka pintu cepat) setan apa sih mas yang merasukimu?!

Pur menarik tubuh marni

Pur : kamu katakan hampir pagi, tidak pantas berteriak-teriak. Lalu apakah pantas anak gadis tidak ada dirumah?! (menarik kekamar saranti) kamana sarwanti?

Mar : lo… aku … tadi …. Sarwanti ……..

Pur : pikiranmu itu kemana?! Apa yang kamu lakukan dirumah? Kamu mau bilang apa sekarang?

Mar : Mas … aku ….. tadi …..

Pur : ya Tuhan, wanita macam apa yang jadi istriku ini, kamu masih bisa mikir to?

Mar : sarwanti !!! barang kali di kamar mandi mas ……

Mar bergegas menuju kamar mandi. Beberapa saat kemudian kembali dengan gugup.

Pur : kamu temukan?!

Mar menggeleng

Pur : Wanita tolol …… (beranjak pergi keluar, beberapa saat kemudian masuk kembali) aku harus mencarinya kemana?

Mar : Barangkali ……. Eeee ….. anu….. ke ……

Pur : Astaga …….

Pur keluar

Mar : Mas …….. hati – hati….. pakai payung ….. atau ….. mas, pakai mantel.

Pur telah jauh.
Nampak kekecewaan bercampur gelisah sekaligus takut.
Musik mengalun

Mar : Nduk, harus dengan cara apa orang tuamu ini bisa membuat kamu mengerti? Semakin hari penyimpangan-penyimpangan lakumu makin menghawatirkan. Aku begitu takut dengan masa depanmu nduk. Kamu itu perempuan. Orang tuamu mepunyai banyak harapan terhadapmu, kamu sudah menjadi wanita yang tidak wajar. Maafkan aku mas, aku belum dapat menungkapkan kegelisahanku ini langsung kepada anak kita, karena aku sendiri begitu ketakutan dengan sikap sarwanti, aku tidak tahan apabila sarwanti bicara kasar kepada orang tua, sakit rasanya, jadi aku putuskan untuk memilih diam, harapanku dia dapat mengerti sendiri keterdiamanku. Tapi ……….

Terdengar suara halelintar, hujan makin lebat.

Mar : (termangu didepan pintu) kamu tidak memakai mantel mas …….. (menangis) sarwanti, kamu menyiksa bapakmu …….

Nampak darh jauh pur datang

Mar : bagaimana mas ……… kamu tidak memakai mantel mas …….

Pur diam, membuka baju kemudian melemparkan baju ke kursi, mar mengambilnya, kemudian masuk kekamar, tak lama kemudian kembali dengan membawa baju hangat untuk pur.

Mar : Aku buatkan teh hangat …..

Pur masih bungkam menahan kekesalan. Mar akan masuk kembali mengambil minum hangat

Pur : mar, aku benar-benar tak habis pikir denganmu ……

Mar : Mas, anak itu bilang hanya sebentar, akan makan malam, aku menunggui kalian sampai ketiduran dikursi ……. Baru aku terbangun setelah mas pulang tadi, aku kira sarwanti sudah masuk rumah tanpa sepengetahuanku dan tidur.

Pur : kasian sekali kamu, kamu pasti kecapekan ya?

Mar menangis

Pur : Dengan siapa dia tadi pergi?

Mar : yang sempat beberapa kali mengantar pulang dia ……

Pur : siapa ? laki-laki?

Mar mengangguk

Pur : Siapa?

Mar : Sap ….. sarto ….. aku lupa namanya, yang naik mobil sedan merah

Pur : bukankah aku pernah bilang padamu, aku melihat gelagat yang kurang baik darinya, meskipun aku baru sekali ketemu dengan anak muda itu, kebetulan saja aku pas ada dirumah. Petentang-petenteng, tidak punya sopan santun, auranya gelap. Jadi dia sering datang kemari?

Mar : beberapa kali …….

Masuk atmo

Atmo : pakdhe, tadi sih ada yang melihat mbak sar dengan si semprol itu ….. aku baru saja cari info di prapatan bangjo, la kok di biarkan saja to pakdhe pergi dengan si semprol itu, konco-konco itu sebenarnya sudah akan ngresehi semprol itu, tapi ndak enak saja dengan pakdhe pur, konco-konco kan ngajeni pakdhe, la wong perginya sama mbak sar …….

Pur : Siapa yang kamu maksud si semprul itu?

Atmo : La ya anak wong sugeh itu to, yang pake sedan merah. Makanya pakdhe, jangan cuman liat orang dari penampilannya, sugehnya, jangan matre to pakdhe. Belum tentu kalo ….

Pur : hehehehe ….. maksudmu apa?

Atmo : la itu tadi, kok ya ndukung mbak sar pacaran dengan orang yang kerjanya cuman dugem, mabuk-mabukan, la orang itu bajingan je pakdhe, tukang mainan cewek, jangan – jangan mbak sar jadi salah satu korbannya …..

Pur : jaga cocotmu itu! Malah ……… he…. Kamu tahu benar siapa si semprol itu?

Atmo : la pasti to pakdhe, percuma jadi penghuni prapatan kalo tidak tahu dia, siapa sih yang tidak kenal sapto, anak juragan kemasan itu, sugeh memang, orang tuanya juga baik, tapi kelakuan anaknya yang mbesisik.

Pur : kamu tahu kemana kira-kira perginya?

Atmo : ya kalo sampai jam segini belum pulang, ada beberapa kemungkinan, yang pertama ditempat tongkrongan si semprol itu dengan gank nya balap motor, hamper tiap malam mereka war wer war wer di sepanjang jalan sebelah selatan alon-alon …..

Pur : jam segini balapan?

Atmo : Justru seru kalo malam.

Pur : hujan, apa mungkin …..

Atmo : La memang gank koplak-koplak, tapi alternative kedua di diskotik sebrang jalan gedung kesenian itu?

Pur : di diskotik itu? Semprol, tempat sampah.

Atmo : La pakdhe juga tahu kan bagaimana orang-orang yang berkumpul ditempat itu?

Pur : para berandalan-berandalan itu? Kaum-kaum hedonis yang tak genah jluntrungannya, dulu sebelum ada tempat itu suasana di sekitar gedung kesenian begitu kondusif, manusia yang kreatif dan cerdas berkumpul tiap hari, diskusi-diskusi intelek yang estetis. Tapi setelah ada tempat meksiat itu aktifitas semacam itu sudah terslamur oleh hura-hura 24 jam oaring-orang kasar. Para creator lebih memilih mencari tempat yang laen untuk diskusi, dan menghindarkan diri dari pemandangan tak sedap dan kebisingan tempat itu. Gedung kesenian itu jadi sepi, hanya pas ada pertunjukan saja baru nampak ramai, itupun tidak seramai sebelumnya.

Atmo : La terus ?

Pur : kamu ikut aku …….

Atmo : Kemana pakdhe ?

Mar : Mas, maafkan aku, aku selalu menyusahkan mas purnomo. Maafkan juga sarwanti mas, dia belum sadar apa yang dilakukannya adalah salah. Barangkali itu wujud protesnya terhadap nasib yang menimpanya ……. Kesalahan terbesar ada padaku, dan dampaknya begitu kuat melekat pada diri mas….. sekali lagi maafkan aku dan anakku ya mas ………..

Pur : (agak gugup) kamu bicara apa to mar?

Mar : Inilah yang kutakutkan selama ini mas, karena aku sebagai ibunya juga tidak menjadi teladan bagi anakku. Aku benar-benar takut hal serupa yang terjadi padaku menimpa juga anakku ……

Mar : sarwanti juga anakku.

Pur exit, atmo gelisah.

Atmo : wah kalo aku harus ketempat itu ……..

Mar : Kamu takut?

Atmo : Wah jan, mbak sarwanti ki bikin masalah saja. La banyak yang sering nongkrong disitu pernah sempat bentrok dengan konco-konco prapatan je. Mereka itu orang-orang kasar, kalo lagi mabuk tidak bisa control.

Pur masuk, dengan membawa menggenggam pisau.

Mar : Mas, benar mau ketempat itu?

Pur : mo kamu ikut denganku.

Mar : mas hati-hati…. Atau biar atmo saja biar ngajak gank prapatannya.

Pur : aku ini bukan mau maksiat, aku mencari sarwanti. Tapi kalau mereka mengajak maksiat ya aku layani. Mo, ayo ikut ……..

Atmo : I, iya pakdhe ……..

Pur dan atmo exit.

Mar : mas pake mantelnya.

Pur mengambil mantel, kemudian exit.

Mar : mas, kalau tanya yang baik-baik. Jangan bikin keributan. Atau coba cari ditempat lain dulu ………. Bagaimana kalau ……..
Aku paham betul karakter suamiku, apabila sedang marah tidak pernah berfikir panjang. Siapapun akan dihadapi. Aku kawatir kalau …….. mas …… mudah-mudahan tidak terjadi apa-apa padamu, mudah-mudahan mereka menemukan sarwanti sebelum sampai ketempat itu. Kekawatiranku sangat beralasan, orang-orang seperti mereka juga tidak pernah berfikir panjang. Apabila syaraf sudah terkena alcohol maka kemanusiaan akan dikalahkan oleh kebinatangan.

Musik nglangut

Mar : sar, ibumu selalu berharap banyak terhadapmu, ketika kamu masih ada dalam kandungan. Awalnya bapakmu menginginkan yang lahir pertama kali dari rahimku adalah anak laki-laki, harapannya nanti ketika anak pertama laki-laki yang dilahirkan maka dapat melindungi adik-adknya nanti. Namun demikian kami sangat bersyukur dan bahagia ketika yang lahir adalah jabang bati cantik. Bapakmu tak henti-hentinya menciumimu waktu itu, harapan besar bapakmu waktu itu adalah engkau bisa menjadi ………

Terdengar suara dari luar.

Sar : eh, sudah …… apa kurang cukup tadi? Sudah malam ….. sudah ah…. Sssssttt ….. nanti pada bangun……

Perlahan pintu dibuka dari luar, sarwanti masuk mengendap-endap, pintu tak dikunci, melihat marni.

Sar : belum tidur bu …… ?

Sarwanti akan masuk kamar

Mar : darimana saja kamu?

Sarwanti acuh.

Mar : Sarwanti ! aku bicara padamu !

Sar : Dari ….. ah, biasalah bu …

Mar : (menghampiri sarwanti) kamu sadar apa yang kamu lakukan? (bau alcohol) sarwanti kamu bau alcohol, kamu mabuk?!

Sar : apa aku terlihat seperti orang mabuk? Aku masih bisa berjalan dengan tegap to bu?

Mar : sar, bicaramu makin ngawur saja. (menyeret sarwanti) duduk !

Sarwanti duduk.

Mar : Dari mana saja kamu?

Sar : Dari rumah seorang teman.

Mar : Bohong !

Sar : Setelah itu kami pergi ke diskotik

Mar : Ke diskotik? Hura-hura, mabuk-mabukan, maksiat ?

Sar : mencari hiburan ….

Mar : kamu itu wanita, mau jadi apa nanti ….

Sar : ibu sendiri wanita yang bagaimana ?

Mar : sarwanti ……

Sar : Kenapa bu? Terkejut sarwanti menanyakan demikian? Bukankah masa-maa seperti ini juga pernah ibu alami pada jamannya? Bahkan lebih parah lagi. Bukan sekedar hiburan tetapi ……

Mar menampar wajah sar, ada penyesalan, musik nglangut.

Sar : (menangis) kenapa berhenti bu? Teruskan, biar mulut saya bungkam, tetapi apa salah saya membuka kebenaran? Aku tidak akan tinggal diam begitu saja dengan nasib yang kualami sekarang, karena aku adalah korban. Korban dari kebodohan dan kesalahan masa lalu orang tuaku, ibuku, kamu. Tentu ibu sangat terkejut dengan sikapku ini bukan, tetapi yang kulakukan sebagai perwujudan beban yang telah beberapa waktu menggumpal.

Mar : kamu bicara apa ?

Sar : sarwanti sudah tahu semua bu….

Mar : Tahu apa?

Sar : apa saja, bagaimana masa lalu ibu, sebagai seorang primadona yang digandrungi banyak lelaki, entah siapa yang sering menjadi penggoda, memang para lelaki itu terhadap ibu, atau malah ibu sebgai penggoda. Yang pasti kelahiranku tidak diinginkan oleh ibu dan keluarga. Aku juga bukan anak pak purnomo …….

Musik mengalun, marni menangis, sar juga tak mampu menahan air matanya.

Mar : ya, ibumu ini bukanlah wanita yang patut menjadi teladan …….. memang tidak bisa kebusukan itu disembunyikan terus, pasti akan tercium juga. tapi tidak seluruhnya yang kamu dengar itu benar ……. Siapa yang telah mengatakan kepadamu?

Sar : Tak perlu tahu ……….

Mar : (menangis) dulu ibumu ini adalah wanita kampong yang patuh. Kakekmu adalah seorang lurah yang di segani masyarakat. Ibumu menjadi harapan kakek dan nenekmu, karena hanya ibu anak wanita-satu-satunya di rumah. Meskipun seorang wanita namun oleh mereka ibu diperlakukan sama dengan saudara-saudara laki-laki ibu, karena mereka ingingkan ibu menjadi wanita yang mandiri. Kepercayaan mereka begitu besar kepada ibu, hingga ketika ibu memutuskan untuk melanjutkan kuliah di jogjakarta, kota besar yang belum pernah ibu tahu sebelumnya, mereka dengan iklas menyetujui, tentu saja dengan syarat dapat menjaga diri dengan baik.
Sampai dengan semester ke dua, ibu masih dapat membuat bangga mereka dengan memperesmbahkan IP yang memuaskan, dan asumsi mereka ibu belajar dengan benar. Sampai akhirnya ibu mengenal seorang laki-laki yang ….. yang dapat merubah pola pikir serta kebiasaan kebiasaan ibu berubah. Dimata ibu dia adalah laki-laki yang luar biasa, laki-laki yang pertama kalinya dapat memikat hati ibu, sekaligus …….. dia juga lelaki brengsek yang menjerumuskan nasib sehingga ……..

Sar : sehingga ibu mau menjadi wanita kotor, ibu mulai menikmati kehidupan itu, dan hadirlah aku sebagai bagian dari simbul dosa darimu …. Setelah itu, barulah dirasa perlu untuk insaf dan lari dari kehidupan itu, namun semuanya telah terlambat. Maka monumental dosa ini yang menanggung dari karma yang ditimbulkan dari buah dosa masa silam leluhurnya.

Mar : bukan, siapa yang meracunimu sehingga pikiranmu bisa sekotor itu?

Sar : bangkai itu akan tercium dengan sendirinya.

Mar : bukan seperti yang kau kira ……. Apakah salah apabila ibu mencintai lelaki itu dengan sepenuh hati, apakah salah apabila ibu selalu takut kehilangan? Sampai akhirnya ibu harus merelakan semuanya, termasuk harus ………..
(menangis) malam itu adalah pertama kalinya ibu menangis dengan penuh kepedihan, seperti masuk kedalam lorong panjang yang kelam, tidak ibu lihat apapun selalin kekalutan, ibu telah lupa diri, dan tersadar ketika semua telah terjadi. Mulai saat itu, apa kemauan lelaki itu ibu turuti, karena ibu begitu takut kehilangan dia, karena semua telah ibu serahkan.

Sar : Termasuk menjual diri untuk lelaki itu?

Mar : ibu tidak pernah menjual diri ! memang akhirnya ibu sering keluar masuk tempat-tempat maksiat, hiburan-hiburan malam, mulai mengenal alcohol, benar-benar lupa diri, hingga kebebasan yang diberikan oleh orang tua benar-benar ibu manfaatkan. Sampai kos-kosan pun berpindah-pindah.

Sar : siapa lelaki itu ……..

Mar terdiam

Sar : siapa lelaki itu ?!

Mar : Kamu tak pantas tahu

Sar : Siapa lelaki itu?!

Mar : buat apa kamu tahu, itu hanya akan menambah luka saja?

Sar : luka pada siapa? Pada ibu? Apa pengaruhnya? Ibu yang telah melukaiku, ibu yang telah membuat lembar buram hidupku, nasibpun sudah tidak mengakuiku sebagai seorang wanita baik-baik.

Mar : ya, ibumu ini yang paling bersalah, terhadapmu, karena telah memberikan tanda dosa yang telah menyatu denganmu, terhadap masa depan, masa lalu, kedua orang tua ibu yang juga telah tak mengakuiku sebagai anak……

Sar : Siapa lelaki itu bu?

Mar : Dialah bapakmu ! bapakmu bukanlah orang lain, bapakmulah orang yang pertama kalinya menjerat hati ibu, yang telah mengubah garis nasib kita. Ibu tidak pernah menjual diri seperti yang kamu pikirkan. Namun hanya dengan ayahmu ibu rela berikan semuanya. hingga ibu harus mengandung entah buah cinta atau buah dosa. Dan ketakutan ibu waktu itu ternyata terjadi juga, setelah ibu mengandung kamu, tiba-tiba saja lelaki itu lenyap seperti ditelan bumi.

Suasana nglangut.

Mar : Dan purnomo, bapakmu sekarang ini, dia adalah dewa penolong bagi hidup kita ……

Sar : Bukan, dia adalah iblis bermuka dewa, dia hanya memanfaatkan keadaan. Pertama, dengan keadaan yang saat itu demikian tentu saja dia dengan mudah mendapatkan diri ibu, entah hati ibu, hanya sebatas untuk statusku. Maka seniman itu telah menjadi pemenang meski hanya mendapat sisa dari orang lain…..

Mar : kamu tega berkata demikian !

Sar : karena sekarang aku begitu membencinya …… kita hanya dijadikan sebagai eksperimen karya-karyanya, pengaguman-pengaguman terhadap bapak sebagai seorang penulis dan seorang actor yang petuah-petuahnya mengandung filosof mendalam yang terkadang penyampaiannya dengan ngawur itu, seketika itu kekaguman menjadi hilang, ketika kudapati karyanya mengangkat cerita realita hidup keluarga kita. Sebuah tulisan naskahnya yang akan coba diangkat dalam pementasan. Aku sempat membacanya. Dituliskan disitu mengangkat cerita realita hidupnya, siapa lagi kalau tidak berhubungan erat dengan kita. Darahku seperti berhenti seketika waktu cerita itu secara jelas bicara tentang kita. Aku korek keterangan pada beberapa kawan bapak di sanggar, ternyata mereka membenarkannya, karena bapak memang tengah ingin mengangkat cerita hidupnya diatas panggung. Hah, narsis ! dia ingin borok-boroknya diketahui banyak orang barangkali.

Mar : Mas …….

Sar : barangkali dia sekarang sedang asik dan penuh kebanggaan membedah cerita itu di sanggar.

Mar : dia sedang mencarimu!

Sar : aku sudah dirumah, tak perlu dicari

Mar : dia begitu menghawatirkanmu tadi……

Sar : bapaj pandai berakting ……….

Mar : tidak, bapak begitu tulus kepada kita, dia tetap menjadi seorang dewa bagi ibumu, adalah haknya untuk membuat karya, tapi tidak sepenuhnya cerita itu diangkat secara nyata oleh bapak, pasti ada yang di kurangi ada yang di dramatisir……

Sar : apapun bentuknya, tetap saja bapak terlalu egois. Sebagai seorang seniman bapak berhasil, namun sebagai seorang suami dan seorang ayah, bapak gagap.

Mar : dia memberikan yang terbaik untuk kita …

Sar : karena untuk dimanfaatkan dan di eksploitasi …….

Sar masuk kamar

Mar : Sar ….. ! bapak begitu menghawatirkanmu ….. bapak tidak suka kamu pergi dengan lelaki itu, dia bukan lelaki baik-baik, tidak baik wanita ……. Wanita pulang malam …….. ibu tidak inginkan nasibmu sama dengan ibu ….. biarlah pengalaman buruk itu menimpa ibumu saja. Sarwanti, kamu masih bisa menjaga diri kan? Jangan silau dengan penampilan seorang lelaki, tapi ….. sar, kamu mendengar ibu kan?

Terdengar isak tangis.

Mar : nduk, kamu masih bisa menjaga diri kan? Jawab nduk …… kamu tidak mau nasibmu seperti ibumu kan? Kamu masih bisa menjaga harga dirimu kan?

Sar makin tak bisa menahan tangis, keluar dari kamar, lari exit.

Mar : sarwanti …… mau kemana? Jawab dulu pertanyaan ibumu ini ……. Mau kembali ……. !!!! nduk, kenapa tak kamu jawab pertanyaan itu? Padahal itu sangat penting, jangan membuat ibumu ini merasa makin berdosa. Demi tuhan, jangan bernasib seperti ibumu, aku mempunyai harapan besar terhadapmu ….. Ya Tuhan, jangan Engkau berikan karma atas dosa-dosaku pada anakku ……

Lampu meremang, visul (multimedia, siluet atau apa saja) purnama harus menghadapi beberapa berandalan, pur dikeroyok.
Musik mengalun ………..
Bingkai foto di dalam rumah jatuh dan pecah, marni nglangut
Digedung pertunjukan, atmo masuk sambil tersengal-sengal.

Atmo : tolong, tolong, pakdhe pur ….. pakdhe purnomo …..

Orang 1 : kanapa mo? Om purnomo sudah pulang dari tadi ……

Atmo : kalian berani berkelahi kan?

Orang 1 : La kalo itu kamu yang lebih jago, kamu kan anak gank to?

Orang 2 : napa to mo?

Atmo : Jangan guyon to, ini darurat, masalah hidup dan mati pakdhe pur …..

Orang 3 : kenapa to mo, mbok ngomong yang jelas ……..

Atmo : wes pokoknya ikut aku sekarang, cepet ……

Semua penasaran dan jadi gelisah, lalu exit mengikuti atmo …….
Didalam rumah marni membersihkan pecahan dari bingkai foto yang pecah.
THE END.

0 Komentar "Naskah Derama : Hujan Belum Reda"